BRIN Kembangkan Teknologi AI untuk Diagnosis Malaria

Malaria

Lompatan Baru di Dunia Medis: Diagnosa Malaria Kini Lebih Cepat dan Presisi

BRIN Kembangkan Teknologi AI untuk Diagnosis Malaria Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali mencatat prestasi dalam dunia kesehatan berbasis teknologi. Kali ini, para peneliti BRIN berhasil mengembangkan sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk membantu proses diagnosis penyakit malaria secara otomatis dan akurat.

Teknologi ini diyakini bisa menjadi terobosan penting dalam pengendalian penyakit malaria di Indonesia, khususnya di daerah-daerah terpencil yang kekurangan tenaga medis ahli. Dengan menggabungkan analisis citra mikroskopis dan pemodelan AI, diagnosis malaria bisa dilakukan dalam waktu singkat dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi.

Apa Itu Teknologi AI Diagnosis Malaria?

Sistem Otomatis yang Bantu Identifikasi Parasit Malaria dari Sampel Darah

Teknologi yang dikembangkan BRIN ini menggunakan pendekatan deep learning dalam menganalisis gambar darah pasien melalui mikroskop digital. Gambar tersebut kemudian diproses oleh sistem AI yang telah dilatih untuk mengenali Plasmodium, yaitu parasit penyebab malaria.

Ciri khas dari AI ini adalah:

  • Dapat membedakan antara darah normal dan darah yang terinfeksi
  • Mampu mengidentifikasi jenis Plasmodium (falciparum, vivax, dll)
  • Memiliki tingkat akurasi hingga 96 persen, berdasarkan uji awal terhadap ribuan sampel

Teknologi ini sangat berguna di puskesmas pedalaman atau daerah endemis malaria, di mana laboratorium konvensional tidak selalu tersedia.

Mengapa Teknologi Ini Penting untuk Indonesia?

Negara Tropis dengan Beban Malaria yang Masih Tinggi

Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, hingga tahun 2023, masih ada lebih dari 300 ribu kasus malaria yang tercatat di wilayah Indonesia bagian timur seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara. Diagnosis yang cepat dan akurat sangat penting untuk mencegah komplikasi dan penyebaran lebih lanjut.

Dengan teknologi AI, tenaga kesehatan bisa:

  • Mempercepat proses skrining malaria, terutama saat terjadi outbreak
  • Mengurangi beban kerja analis laboratorium
  • Menghindari salah diagnosis yang berisiko pada pengobatan tidak tepat

Kolaborasi dan Inovasi: BRIN Tidak Bekerja Sendiri

Didukung Jaringan Akademisi dan Rumah Sakit

Pengembangan sistem AI ini dilakukan oleh peneliti dari Pusat Riset Kesehatan BRIN, bekerja sama dengan berbagai institusi seperti:

  • Fakultas Kedokteran dari beberapa perguruan tinggi
  • Rumah sakit rujukan nasional
  • Startup teknologi bidang kesehatan

Data citra darah diambil dari sampel riil pasien malaria dan digunakan untuk melatih model AI selama lebih dari satu tahun. Para peneliti juga memastikan bahwa sistem ini bisa terus “belajar” seiring bertambahnya jumlah data, sehingga akurasi akan terus meningkat dari waktu ke waktu.

Cara Kerja Teknologi AI Malaria BRIN

Proses Diagnosis dalam Hitungan Detik

Berikut alur sederhana dari cara kerja teknologi ini:

  1. Sampel darah pasien diambil dan dibuat sediaan mikroskopis.
  2. Gambar sediaan diambil dengan mikroskop digital atau kamera ponsel khusus.
  3. Citra tersebut diunggah ke sistem AI (offline maupun online).
  4. Dalam waktu <1 menit, sistem mengeluarkan hasil analisis:
    • Apakah positif malaria
    • Jenis Plasmodium
    • Perkiraan tingkat infeksi (parasitemia)

Teknologi ini juga bisa dikombinasikan dengan aplikasi Android, sehingga cocok untuk penggunaan mobile clinic atau pelayanan keliling.

Tantangan dan Rencana Penerapan Nasional

Dari Riset Menuju Implementasi di Fasilitas Kesehatan

Meski potensinya sangat besar, BRIN mengakui ada sejumlah tantangan yang perlu diatasi sebelum teknologi ini diadopsi secara nasional:

  • Ketersediaan perangkat mikroskop digital di fasilitas layanan primer
  • Pelatihan petugas kesehatan dalam menggunakan sistem AI
  • Validasi tambahan dari otoritas medis dan regulator

Namun, menurut BRIN, teknologi ini sedang dalam tahap uji coba terbatas di beberapa puskesmas di Papua dan NTT. Hasilnya sangat menjanjikan dan akan menjadi dasar untuk replikasi skala lebih luas.

Apa Kata Pakar?

Respons Positif dari Dunia Kedokteran dan Teknologi

Dr. Fadhilah, ahli penyakit tropis dari UI, menyebut inovasi ini sebagai “game-changer dalam penanganan malaria di daerah terpencil”. Menurutnya, sistem diagnosis otomatis seperti ini bisa membantu pemerintah mempercepat eliminasi malaria tanpa perlu menambah banyak tenaga ahli di lapangan.

Sementara itu, dari sisi teknologi, pakar AI dari ITS, Irfan Prakoso, menyebut bahwa model deep learning yang digunakan sudah sebanding dengan teknologi luar negeri, dan bisa terus dikembangkan untuk penyakit tropis lainnya seperti demam berdarah dan filariasis.

Inovasi BRIN, Harapan Baru untuk Eliminasi Malaria

Pengembangan teknologi AI untuk diagnosis malaria oleh BRIN menandai langkah besar dalam pemanfaatan kecerdasan buatan untuk sektor kesehatan masyarakat. Dengan tingkat akurasi tinggi, efisiensi waktu, dan kemampuan bekerja di area minim infrastruktur, sistem ini berpotensi merevolusi cara deteksi di Indonesia.

Related posts